Gugat Cerai Suami Karena Judi Slot Online
Jika Istri Menggugat Cerai Apakah Dapat Harta Gono-gini?
Menjawab pertanyaan Anda tentang harta gono-gini, harta gana-gini atau yang umumnya dikenal sebagai harta gono-gini diatur dalam Pasal 97 KHI. Pasal tersebut menerangkan bahwa janda atau duda cerai, masing-masing berhak seperdua (setengah) dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan dalam perjanjian perkawinan.
Jadi, sepanjang tidak ada harta bersama yang ditentukan dalam sebuah perjanjian perkawinan, istri yang menggugat cerai suami tetap berhak atas separuh atau setengah harta bersama.
Namun, sekali lagi kami tekankan bahwa Anda dapat mengupayakan gugatan menuntut nafkah tanpa perceraian sebagaimana diterangkan.
Demikian jawaban dari kami terkait gugat cerai suami sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.
[4] Pasal 116 huruf f KHI
[5] Pasal 30 UU Perkawinan
[6] Pasal 34 ayat (1) UU perkawinan
[7] Pasal 34 ayat (3) UU Perkawinan jo. Pasal 77 ayat (5) KHI
Jika Suami Tidak Mampu Menafkahi
Apa hukumnya jika suami tidak memberi nafkah lahir? Kami asumsikan nafkah lahir yang menjadi alasan gugat cerai suami adalah nafkah secara finansial. Jika suami melalaikan kewajiban memberi nafkah sebagaimana diterangkan sebelumnya, istri dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan untuk menuntut nafkah yang layak.[7]
Maka, mengenai pemberian nafkah yang layak, sebenarnya sudah tersedia upaya hukumnya, yaitu gugatan untuk menuntut nafkah, dan tidak serta merta harus menempuh langkah perceraian. Langkah ini dapat ditempuh dalam proses mediasi di pengadilan sebelum putusan perceraian dilakukan.
Meskipun dalam alasan perceraian yang kami jelaskan di awal artikel ini ketidakmampuan memberi nafkah bukan merupakan salah satu alasan perceraian, namun dalam praktiknya, tidak adanya nafkah lahir/finansial kepada istri dapat membuat hubungan suami istri tidak harmonis dan terjadi pertengkaran antara keduanya. Hal ini kemudian dapat dijadikan alasan perceraian.
Ratusan Istri di Lebak Gugat Cerai Suami Gegera Judi Online
Pengadilan Agama Lebak (Foto: MPI)
https://news.okezone.com/read/2024/09/17/340/3063964/ratusan-istri-di-lebak-gugat-cerai-suami-gegera-judi-online
LEBAK - Pengadilan Agama (PA) Rangkasbitung mencatat terdapat 1.015 perkara gugatan perceraian pada Januari hingga September 2024. Mayoritas pihak yang melayangkan gugatan didominasi oleh kaum istri gegara judi online.
Hakim PA Rangkasbitung, Gushairi mengatakan dari 1.015 perkara gugatan 83,6 persen atau sekitar 840 perkara diajukan oleh pihak istri dan 165 perkara diajukan oleh pihak suami.
"Kebanyakan perceraian disebabkan oleh judi online, sekitar 6,52% perkara," kata Gushairi saat dihubungi, Selasa (17/9/2024).
Gushairi mengungkapkan faktor lain banyaknya gugatan cerai karena adanya orang ketiga atau perselingkuhan. "Ada juga perselingkuhan tapi memang banyaknya perkara perceraian diajukan oleh seorang istri karena sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang disebabkan salah satunya suaminya judi online," ungkapnya.
Karena itu, menurut Gushairi, PA Rangkasbitung juga mengajak untuk masyarakat menghindari praktik judi online. Pasalnya, selain dilarang oleh agama juga memiliki banyak dampak buruk bagi kehidupan.
"Pemerintah daerah dan pemuka masyarakat diharapkan agar bisa terlibat langsung dalam menanggulangi praktik judi online, baik di tingkat kabupaten sampai ke tingkat desa, RW, RT, bahkan dari pasangan masing-masing," tandasnya.
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan
dan nantikan kejutan menarik lainnya
Kewajiban Suami Memberikan Nafkah yang Layak
Alasan yang dicetak tebal atau poin f tersebut mungkin bisa menggambarkan kondisi Anda saat ini. Kemudian, selain sejumlah alasan yang diterangkan, penting pula diketahui bahwa suami memiliki kewajiban untuk memberikan istrinya nafkah yang layak.
Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.[5] Salah satu kewajiban suami adalah melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.[6]
Selain itu, kewajiban ini juga ditegaskan dalam Pasal 80 ayat (4) KHI yang menerangkan:
sesuai dengan penghasilannya suami menanggung:
Nyatanya, suatu perkawinan menimbulkan hubungan keperdataan antara suami dengan istri yang kemudian melahirkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh kedua pihak. Dengan kata lain, jika suami tidak memberikan nafkah yang layak untuk istri, maka ia dapat dikatakan telah melakukan wanprestasi.
darulmaarif.net – Indramayu, 02 Juni 2024 | 01.00 WIB
Judi Online makin mereshakan banyak pihak. Perjudian, dalam ragam bentuk dan jenisnya tidak hanya merugikan diri sendiri, tapi juga merugikan orang lain. Lebih-lebih Judi Online, tidak hanya merugikan orang di sekitar, tapi berdampak massif dan berskala nasional merugikan negara. Bagi yang sudah berkeluarga, Judi Online berdampak mengganggu stabilitas ekonomi keluarga, bahkan bisa sampai merusak keharmonisan rumah tangga pasangan suami istri.
Dalam konteks rumah tangga, judi online yang dilakukan suami seseringkali menjadikan istri dan anak sebagai korban. Kerapkali bagi suami yang kecanduan Judi online tidak memberikan nafkah untuk anak dan istri, uang yang semestinya dibelanjakan untuk kebutuhan keluarga malah dipakai untuk main judi.
Dampak buruk lain yang sering terjadi akibat suami kecanduan judi online cenderung tempramental dan mudah marah. Akibatnya, istri dan anak bisa jadi korban pelampiasan dari suami yang kalah dari judi online.
Lantas, menanggapi hal dmeikian muncul pertanyaan: bagaimana hukumnya seorang istri yang menggugat cerai dengan alasan suami yang kecanduan judi online?
Menurut tinjauan Fikih, hak talak hanya ada pada suami. Namun demikian, istri masih mempunyai hak mengajukan gugatan cerai. Hal ini tidak lain untuk memberikan perlindungan kepada pihak perempuan atau istri dari bahaya yang mungkin mengancamnya.
Gugatan cerai yang dilakukan pihak istri kepada suami disebut sebagai khulu’. Khulu’ pada dasarnya tidak diperbolehkan, kecuali bila memenuhi persyaratan yang dibenarkan menurut hukum syara’.
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ أَبِي قِلَابَةَ، عَنْ أَبِي أَسْمَاءَ، عَنْ ثَوْبَانَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا الطَّلَاقَ فِي غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ.
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami [Sulaiman bin Harb] berkata, telah menceritakan kepada kami [Hammad bin Zaid] dari [Ayyub] dari [Abu Qilabah] dari [Abu Asma] dari [Tsauban] ia berkata, “Rosululloh Saw bersabda: “Wanita mana saja yang minta cerai kepada suaminya bukan karena alasan yang dibenarkan, maka ia tidak akan mendapatkan bau surga.” (HR. Imam Ibnu Majah)
Adapun alasan-alasan yang dibenarkan agama adalah sebagaimana yang disampaikan Ibnu Qudamah dalam al-Mughni,
وجمله الأمر أن المرأة إذا كرهت زوجها لخلقه أو خلقه أو دينه أو كبره أو ضعفه أو نحو ذلك وخشيت أن لا تؤدي حق الله في طاعته جاز لها أن تخالعه بعوض تفتدي به نفسها منه
Artinya: “Kesimpulan masalah ini, bahwa seorang wanita, jika membenci suaminya karena akhlaknya atau karena fisiknya atau karena agamanya, atau karena usianya yang sudah tua, atau karena dia lemah, atau alasan yang semisalnya, sementara dia khawatir tidak bisa menunaikan hak Alloh dalam mentaati sang suami, maka boleh baginya untuk meminta khulu’ (gugat cerai) kepada suaminya dengan memberikan biaya/ganti untuk melepaskan dirinya.” (al-Mughni, VII/323)
Dengan alasan suami kecanduan judi online, istri diperbolehkan melakukan gugatan cerai (khulu’) dengan alasan buruknua akhlak dan agama suami, atau alasan tidak diberi nafkah. Hal ini sebagaimana diterangkan Syekh Zakaria Al-Anshari dalam kitabnya, Asnal Matholib, sebagai berikut:
وَيَصِحُّ فِي حَالَتَيْ الشِّقَاقِ وَالْوِفَاقِ وَذِكْرُ الْخَوْفِ فِي الْآيَةِ جَرَى عَلَى الْغَالِبِ. (وَلَا يُكْرَهُ عِنْدَ الشِّقَاقِ أَوْ) عِنْدَ (كَرَاهِيَتِهَا لَهُ) لِسُوءِ خُلُقِهِ أَوْ دِينِهِ أَوْ غَيْرِهِ (أَوْ) عِنْدَ خَوْفِ (تَقْصِيرٍ) مِنْهَا (فِي حَقِّهِ) أَوْ عِنْدَ حَلِفِهِ بِالطَّلَاقِ الثَّلَاثِ مِنْ مَدْخُولٍ بِهَا عَلَى فِعْلِ مَا لَا بُدَّ لَهُ مِنْ فِعْلِهِ وَذَلِكَ لِلْحَاجَةِ إلَيْهِ وَلِلْخَبَرِ السَّابِقِ فِي خَوْفِ التَّقْصِيرِ قَالَ فِي الْأَصْلِ وَأَلْحَقَ الشَّيْخُ أَبُو حَامِدٍ بِذَلِكَ مَا لَوْ مَنَعَهَا نَفَقَةً أَوْ غَيْرَهَا فَافْتَدَتْ لِتَتَخَلَّصَ مِنْهُ انْتَهَى
Artinya, “Dan khulu’ sah dilakukan baik dalam kondisi perselisihan maupun dalam kondisi damai, meskipun dalam ayat disebutkan tentang ketakutan, hal itu berlaku pada kebanyakan kasus.
Khulu’ tidak dimakruhkan dalam kondisi perselisihan atau ketika istri membenci suaminya karena keburukan akhlaknya, agamanya, atau hal lain, atau ketika istri khawatir tidak dapat memenuhi hak-hak suami, atau ketika suami bersumpah dengan tiga talak pada istri yang telah digauli untuk melakukan sesuatu yang harus dilakukannya karena kebutuhan, dan berdasarkan hadits yang disebutkan sebelumnya tentang ketakutan akan ketidakpatuhan.
Hal ini disebutkan dalam kitab asal . Syekh Abu Hamid menyamakan dengan kasus ini jika suami menahan nafkah atau hak-hak lainnya, sehingga istri menebus dirinya untuk membebaskan diri darinya.” (Zakariya bin Muhammad bin Zakariya Al-Anshari, Asnal Mathalib fi Syarhi Raudhut Thalib, [Beirut, Dar Kutub Islami], juz III, halaman 241).
Dapat disimpulkan bahwa seorang istri boleh menggugat atau meminta cerai kepada suami yang kecanduan judi online dengan memberikan sejumlah kompensasi (‘iwadh) karena seorang yang kecanduan judi online dapat dipastikan akhlak dan agamanya buruk.
Hal ini dilakukan demi melindungi hak-hal istri dari perlakuan tidak baik dari suami. Terlebih, jika suami memang sudah kecanduan judi online dan sulit dinasehati bahkan kerap bertindak kasar pada istri. Tentunya pilihan cerai merupakan opsi terkahir jika langkah-langkah optimal perbaikan sudah ditempuh sedemikian rupa.
Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran ketiga dari artikel dengan judul Gugat Cerai karena Suami Tak Mampu Menafkahi yang dibuat oleh Sigar Aji Poerana, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 22 September 2020, yang pertama kali dimutakhirkan pada Jumat, 24 Juni 2022, dan kedua kalinya pada 17 Februari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Gugat cerai karena suami tidak memberi nafkah adalah salah satu pertanyaan yang cukup banyak ditanyakan. Perlu kami jelaskan bahwa gugat cerai suami adalah langkah mengakhiri perkawinan yang dapat dilakukan oleh pihak istri.
Kami mengasumsikan bahwa perkawinan Anda tunduk pada hukum Islam. Oleh sebab itu, untuk menjawab pertanyaan Anda, kami merujuk pada UU Perkawinan dan perubahannya serta Kompilasi Hukum Islam (“KHI”).
Bicara soal perceraian, penting untuk diketahui bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak, dan untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.[1]
Kemudian, dalam perkawinan secara Islam putusnya perkawinan karena perceraian dapat terjadi karena talak, yang dimohonkan oleh suami,[2] atau gugatan perceraian, yang diajukan oleh istri,[3] sebagaimana yang terjadi dalam kasus Anda.
Kapan Istri Bisa Gugat Cerai Suami?
Perceraian merupakan peristiwa yang tidak diinginkan semua orang. Namun, berdasarkan KHI, ada sejumlah alasan yang dapat menjadi alasan perceraian, salah satunya jika di antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga,[4] berikut ini sejumlah alasan yang dimaksud: